POPULER | Kata Sukarno, seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.
Ungkapan di atas tak hanya menggugah, tapi juga menjadi pengingat bahwa perubahan besar selalu berawal dari energi anak muda. Bukan dari yang tua.
Gunung Kaler, salah satu kecamatan di Kabupaten Tangerang, memang tak memiliki gunung. Namun, harapan pemudanya harus menjulang tinggi.
Mereka yang meski tinggal jauh dari pusat kota, harus percaya bahwa masa depan bisa dibangun dari sini. Perlahan. Langkah demi langkah. Seperti mendaki gunung yang tak tampak.
Gunung Kaler memang bukan pusat industri. Bukan pula destinasi wisata besar. Justru karena itu, daerah ini punya peluang besar untuk tumbuh dengan cara yang unik. Berembang dan semakin populer.
Gunung Kaler bisa menjadi contoh bagaimana wilayah pinggiran membangun jati dirinya sendiri. Tumbuh dari bawah. Dari desa-desa. Dari tangan-tangan muda yang tak lelah berinisiatif. Dan semuanya dimulai dari satu titik: pemuda.
Menjadi muda itu istimewa. Energi masih penuh. Imajinasi masih liar. Namun, di balik semua itu, tantangan juga banyak. Apalagi bagi pemuda desa. Justru di sanalah kekuatan pemuda Gunung Kaler diuji.
Mereka tidak boleh diam. Harus bangkit. Dari kegiatan KNPI, Karang Taruna, hingga komunitas literasi. Dari kelompok tani muda hingga relawan digital. Semua harus menunjukkan bahwa pemuda merupakan napas segar bagi kemajuan wilayah ini.
Pemuda hari ini ialah pemimpin masa depan. Namun, sebelum itu terjadi, mereka harus menjadi penggerak perubahan. Mereka yang berani mencoba. Mereka yang tak takut gagal. Dan mereka yang mengerti bahwa perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil.
Aktivitas pemuda di tingkat kecamatan semestinya tidak hanya menjadi perpanjangan tangan dari struktur di atasnya. Ia harus hadir sebagai pelopor. Sebagai motor penggerak. Terutama di tempat seperti Gunung Kaler, yang butuh pendekatan khas, lokal, dan membumi.
Program yang digulirkan pemuda sebaiknya tidak asal copy-paste dari wilayah lain. Harus digodok berdasarkan kebutuhan warga Gunung Kaler itu sendiri. Misalnya, pelatihan konten kreator petani muda berbasis teknologi. Atau pendampingan digital marketing bagi UMKM.
Di era serba digital ini, tak ada alasan desa tertinggal. Justru dari desa, kreativitas bisa meledak. Dan Gunung Kaler punya peluang emas untuk jadi pionir.
Bayangkan jika setiap pemudanya jadi konten kreator yang mempromosikan potensi lokal. Bayangkan kalau UMKM-nya melek digital. Dan dagangannya bisa laris sampai ke luar kota, bahkan luar negeri.
Itulah mimpi besar yang bisa dijalankan lewat peran pemuda: menjadikan Gunung Kaler sebagai kecamatan digital. Atau apa saja. Sesuai dengan peluang yang bisa dikapitalisasi. Tentu terlebih dahulu diawali FGD. Menentukan akan fokus pada apa: perkebunan, digitalisasi, atau fokus pada potensi sumber daya.
Caranya? Mulai dari hal sederhana. Misalnya, pelatihan pembuatan konten kreatif untuk pemuda. Tidak harus mahal. Cukup dengan ponsel dan ide segar. Ajarkan cara membuat video yang menarik, cara menulis caption yang menjual, hingga cara menjaga konsistensi branding di media sosial.
Lalu, gandeng UMKM lokal. Buat program digital marketing khusus pelaku usaha desa. Ajari mereka cara foto produk, mengelola toko online, hingga membalas chat pelanggan dengan cepat dan ramah.
Program ini bukan hanya tentang teknologi. Ini tentang membuka dunia baru bagi pemuda dan UMKM. Dunia di mana desa tidak lagi jadi penonton, tapi justru jadi pelaku utama.
Jika pemuda serius menjalankan misi ini, maka Gunung Kaler bisa menjadi contoh. Bukan cuma kecamatan agraris, tapi juga kecamatan digital yang adaptif, kreatif, dan punya daya saing tinggi.
Dan yang paling penting, pemudanya akan merasa punya peran. Karena dunia digital adalah dunia mereka. Tempat mereka bisa bicara, berkarya, dan membuka jalan baru untuk masa depan.
Ciri khas itulah yang akan menjadikan organisasi kepemudaan lebih relevan. Lebih dekat dengan masyarakat. Dan yang paling penting, membuat pemuda merasa memiliki peran.
Namun ide dan semangat saja tidak cukup. Segala inisiatif butuh sokongan dana. Tanpanya, hanya akan menjadi wacana. Di sinilah letak tantangan sekaligus peluang. Tenang, ada anggaran desa yang bisa diajak kerja sama.
Kita tahu bahwa dana desa punya potensi besar untuk memicu pembangunan dari bawah. Namun, seringkali penggunaannya terlalu kaku atau terpusat pada hal-hal fisik semata. Padahal, investasi sumber daya manusia, terutama pemuda, tak kalah pentingnya.
Bayangkan jika tiap desa di Gunung Kaler menyisihkan sebagian anggarannya untuk program kepemudaan. Mulai dari pelatihan digital, inkubasi bisnis lokal, hingga dukungan kegiatan sosial.
Maka perubahan bisa dimulai dari titik paling bawah. Dari RT, RW, kampung, dan dari anak-anak muda yang punya mimpi dan keberanian. Bukan dari atas dan bukan dari kaum tua.
Desa harus mulai melihat pemuda bukan sebagai beban, tapi sebagai aset. Bahkan jika memungkinkan, tiap desa bisa punya program "Desa Ramah Pemuda" yang menjamin minimal 10% dari anggaran desa dialokasikan untuk kegiatan anak muda.
Kunci dari semuanya ialah kemauan politik di tingkat desa. Kepala desa harus punya visi yang progresif, terbuka pada kolaborasi, dan mau mendengarkan suara anak muda. Jika itu terjadi, maka anggaran bukan lagi soal angka, tapi soal arah.
Gunung Kaler bisa tumbuh. Asal kita menanamkan harapan yang tepat. Ia bisa tangguh, jika kita menguatkan fondasi sosialnya. Dan ia bisa berdaya saing, bila kita mempersiapkan generasi mudanya.
Tumbuh artinya membuka ruang-ruang baru. Bukan hanya fisik, tapi juga cara berpikir. Tangguh berarti bertahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Dan berdaya saing, kemampuan untuk bertarung secara sehat, menawarkan keunikan, dan menjaga identitas.
Pesan saya, menjadi pemuda di Gunung Kaler bukan kutukan. Sebaliknya, ia berkah. Di tangan merekalah, masa depan kecamatan ini ditulis. Bukan dengan tinta emas, tapi dengan kerja nyata dan cinta yang tak pernah habis.
Karena sejatinya, membangun kampung halaman bukan tentang apa yang kita punya, tapi seberapa besar kita mau. Dan suatu hari nanti, semoga anak-anak kita bisa berkata dengan bangga: “Saya lahir di Gunung Kaler, tempat pemudanya tidak pernah menyerah.”
(Subandi Musbach)